SEJARAH PERKEMBANGAN, RUANG LINGKUP, DAN OBJEK
ILMU TASAWUF
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Tasawuf merupakan salah satu aspek
(esoteris) Islam, yang berasal dari intuisi beberapa cendekiawan islam saat
itu, sebagai perwujudan dari ihsan yang berarti kesadaran adanya komunikasi dan
dialog langsung seorang hamba dengan tuhan-Nya. Esensi tasawuf sebenarnya telah
ada sejak masa kehidupan rasulullah saw, namun tasawuf sebagai ilmu keislaman
adalah hasil kebudayaan islam sebagaimana ilmu-ilmu keislaman lainnya seperti
fiqih dan ilmu tauhid. Karna memang pada masa rasulullah belum dikenal istilah
tasawuf.
Sebagaimana umumnya bahwa dalam
ritual peribatan seorang hamba terhadap rabbnya, ada dua aspek yang sangat di
prioritaskan
·
Pertama : aspek seremonial ( dhohiriyyah )
·
Kedua : aspek spiritual ( bathiniyyah )
Dan tashawwuf
adalah suatu pola hidup dan prilaku yang
sebenarnya sudah tertera dalam al -quran.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. SEJARAH
PERKEMBANGAN TASAWUF
Secara
ethimologi, tasawwuf berasal dari bahasa Arab yaitu kata
shuuf yang berarti bulu. Pada waktu itu para ahli tasawwuf memakai
pakaian dari bulu domba sebagai lambang merendahkan diri.
Sedangkan
secara terminology, para sufi dalam mendefinisikan tasawwuf itu sendiri
sesuai dengan pengalaman batin yang telah mereka rasakan masing-masing. Dan karena
dominannya ungkapan batin ini, maka menjadi beragamnya definisi yang ada.
Sehingga sulit mengemukakan definisi yang menyeluruh. Dari beberapa definisi
para sufi, Noer Iskandar mendefinisikan bahwa tasawwuf adalah kesadaran murni
(fitrah) yang mengarahkan jiwa yang benar kepada amal dalam rangka mendekatkan
diri kepada Allah sedekat mungkin.
Munculnya istilah tasawuf baru
dimulai pada pertengahan abad III Hijriyyah oleh abu Hasyimal-Kufi (w. 250 H.)
dengan meletakkan al-Sufi dibelakang namanya. Dalam sejarah islam sebelum
timbulnya aliran tasawuf, terlebih dahulu muncul aliran zuhud. Aliran zuhud
timbul pada akhir abad I dan permulaan abad II Hijriyyah. Tulisan ini akan
berusaha memberikan paparan tentang zuhud dilihat dari sisi sejarah
mulai dari pertumbuhannya sampai dengan peralihannya ke tasawuf.
Para lama Tasawuf berbeda cara memandang kegiatan Tasawuf,
sehingga mereka merumuskan definisinya juga berbeda. Ada beberapa definisi yang
dikemukakan para ahli antara lain :
1. Imam
al-Ghazaly,mengemukakan pendapat Abu Bakar al-Kattaany yang mengatakan:
“Tasawuf adalah budi pekerti; barang siapa yang memberi bekal budi pekerti
atasmu, berarti ia memberi bekal atas dirimu dalam Tasawuf. Maka jiwa yang menerima (perintah) untuk beramal, Karena sesungguhnya
mereka melakukan suluk dengan Nur (petunjuk Islam). Dan ahli zuhud yang jiwanya
, menerima (perintah) untuk melakukan beberapa akhlaq (terpuji) karena mereka
telah melakukan suluk dengan Nur (petujuk) imannya.
2. Asy-Syekh
Muhammad Amin al-Qurdy, menyatakan:
‘Tasawuf adalah Suatu ilmu yang dengannya dapat diketahui hal ihwal
kebaikan dan keburukan jiwa, cara membersihkannya dari (sifat-sifat) yang buruk
dan mengisinya dengan sifat-sifat yang terpuji, cara melakukan suluk, melangkah
menuju (keridhaan) Allah dan meninggalkan (larangan-Nya) menuju kepada
(perintah-Nya)[1].
Tasawuf
merupakan salah satu aspek (esoteris) Islam, sebagai perwujudan dari ihsan yang
berarti kesadaran adanya komunikasi dan dialog langsung seorang hamba dengan
tuhan-Nya. Esensi tasawuf sebenarnya telah ada sejak masa kehidupan rasulullah
saw, namun tasawuf sebagai ilmu keislaman adalah hasil kebudayaan islam
sebagaimana ilmu-ilmu keislaman lainnya seperti fiqih dan ilmu tauhid. Pada
masa rasulullah belum dikenal istilah tasawuf, yang dikenal pada waktu itu
hanyalah sebutan sahabat nabi.
Munculnya
istilah tasawuf baru dimulai pada pertengahan abad III Hijriyyah oleh abu Hasyimal-Kufi (w. 250 H.) dengan meletakkan al-Sufi dibelakang
namanya. Dalam sejarah islam sebelum timbulnya aliran tasawuf, terlebih dahulu
muncul aliran zuhud. Aliran zuhud timbul pada akhir abad I dan
permulaan abad II Hijriyyah. Tulisan ini akan berusaha memberikan paparan
tentang zuhud dilihat dari sisi sejarah mulai dari pertumbuhannya sampai
dengan peralihannya ke tasawuf.
Perkembangan
Tasawuf Di Indonesia
Tersebarnya
ajaran tasawuf di Indonesia tercatat sejak masuknya agama islam di Negara ini.
Ketika pedagang-pedagang muslim mengislamkan orang-orang Indonesia, tidak hanya
menggunakan pendekatan bisnis, tetapi juga mengguanakan pendekatan tasawuf.
1. Perkembangan Tasawuf di pulau Jawa
Penyebaran ajaran Islam dipulau Jawa adalah Wali songo dengan
menggunakan pendekatan mistik, yang didalamnya diisi dengan ajaran Tasawuf.
Mereka dalam menentukan taktik dan srategi, mula-mula dalam menyebarkan
dakwahnya melalui pendekatan mistik atau Tasawuf unr\tuk mengislamkan
masyarakat di pulau Jawa karena dilatar belakangi oleh kepercayaan agama Hindu
Budha yang berinti ajarannya adalah mistik. Pendekatan tahap ini tidak
memperketat kemurnian ajaran Islam, karena merupakan suatu taktik dan strategi
dakwahnya tetapi tahap selanjutnya baru dilakukan pemurnian ajaran Islam.dalam
perkembangan Tasawuf di pulau Jawa dimana mereka dihadapkan dua ailran Tasawuf
yang bertentangan yaitu aliran Sunni atau salaf dan aliran Falsafati. Aliran
Sunni dikembangkan oleh masyarakat Muslim dengan tidak meninggalkan unsur-unsur
keIslaman.
2. Perkembangan Tasawuf di sumatera
Ulama-ulama yang berpengaruh di sunatera
yaitu
a) Syeh Hamzah Pansuri, beliau salah satu penyebab ajaran Tasawuf dapat
dikenal oleh orang banyak, karena kemampuannya membuat karya tulis yang bermutu
tinggi; baik prosaya merupakan buku yang menguasai syair-syair maupun prosa
yang berintikan ajaran Tasawuf.
b) Syeh Syamsudin bin Abdillah as-Sumatrany, beliau belajar ilmu Tasawuf
pada syeh hamzah pansuri di Sunan Bonang. Dia lebih giat menulis buku Tasawuf dari pada gurunya dan
keberhasilannya karena ditunjang oleh dana yang memadai.
3. Perkembangan Tasawuf dikalimantan
Salah seorang shufi’ yang terkemuka di
Kalimantan barat adalah syeh Ahmad Khatib as-Syambasih, beliau banyak berguru
kepada Ulama shufi yang berkainan aliran dengannya. Sehingga segala macam
tarekat memasukinya dan sempat menguasai seluk beluk tarekat tersebut karena
ketekunannya berlajar dan cita-citanya untuk menguasai berbagai aliran ilmu
Tasawuf maka banyak ulama Tasawuf yang menimba ilmu kepadanya.
4. Perkembangan Tasawuf di pulau sulawesi
Ajaran Tasawuf dipulau ini bercorak
sunni dam falsafati Karena kebanyakan penganut Tasawuf falsafati mencampur
baurkan ajaran Tasawuf dengan ilmu hitam. Sehingga semakin membingungkan masyarakat awam, hal ini yang membuat
masyarakat kurang minat belajar Tasawuf. Namun berkat kemampuan karomah yang
dimiliki oleh ulama yang bernama Syeh Yusuf Tajul Khalwati al-Makassary yang
ajaran Tasawufnya beraliran sunni dapat mengajarkan ilmunya kepada masyarakat
meskipun ia sendiri masih merasakan kekurangan ilmu.
B. Ruang Lingkup Ilmu Tasawuf
Tasawuf adalah nama lain dari “Mistisisme dalam islam”. Di kalangan orientalis
barat dikenal dengan sebutan “Sufisme”. Kata “Sufisme” merupakan istilah khusus
mistisisme islam. Sehingga kata “sufisme” tidak ada pada mistisisme agama-agama
lain.
Tasawuf bertujuan untuk memperoleh suatu hubungan khusus langsung dari Tuhan.
Hubungan yang dimaksud mempunyai makna dengan penuh kesadaran, bahwa manusia
sedang berada di hadirat Tuhan. Kesadaran tersebut akan menuju kontak
komunikasi dan dialog antara ruh manusia dengan Tuhan. Hal ini melalui cara
bahwa manusia perlu mengasingkan diri. Keberadaannya yang dekat dengan Tuhan
akan berbentuk “Ijtihad” (bersatu) dengan Tuhan. Demikian ini menjadi inti
persoalan “Sofisme” baik pada agama islam maupun di luarnya.
Dengan pemikiran di atas, dapat dipahami bahwa “tasawuf/mistisisme islam”
adalah suatu ilmu yang mempelajari suatu cara, bagaimana seseorang dapat mudah
berada di hadirat Allah SWT (Tuhan). Maka gerakan “kejiwaan” penuh dirasakan
guna memikirkan betul suatu hakikat kontak hubung yang mampu menelaah informasi
dari Tuhannya.
Tasawuf atau mistisisme dalam islam beresensi pada hidup dan berkembang mulai
dari bentuk hidup “kezuhudan” (menjauhi kemewahaduniawi). Tujuan tasawuf untuk
bisa berhubungan langsung dengan Tuhan. Dengan maksud ada perasaan benar-benar
berada di hadirat Tuhan. Para sufi beranggapan bahwa ibadah yang
diselenggarakan dengan cara formal belum dianggap memuaskan karena belum
memenuhi kebutuhan spiritual kaum sufi.
Dengan demikian, maka tampaklah jelas bahwa ruang lingkup ilmu tasawuf itu
adalah hal-hal yang berkenaan dengan upaya-upaya/cara-cara untuk mendekatkan
diri kepada Tuhan yang bertujuan untuk memperoleh suatu hubungan khusus secara
langsung dari Tuhan.
Beberapa Istilah dalam Ilmu Tasawuf
1.
Maqamat
Secara harfiah maqamat berasal dari
bahasa arab yang berarti tempat orang berdiri atau pangkal mulia.[4] Istilah
ini selanjutnya digunakan untuk arti sebagai jalan panjang yang harus ditempuh
oleh seorang sufi untuk berada dekat dengan Allah.
Seperti
telah disinggung diatas, bahwa maqam-maqam yang dijalani kaum sufi umumnya
terdiri atas;
a.
Taubat
Taubat
berasal dari bahasa arab taba, yatubu, taubatan yang artinya kembali.
Sedangkan taubat yang dimaksud oleh kalangan sufi adalah memohon ampun atas
segala dosa dan kesalahan disertai janji yang sungguh-sungguh untuk tidak akan
mengulangi perbuatan dosa tersebut, yang disertai dengan melakukan amal
kebajikan.
b.
Cemas dan harap (khauf dan raja’)
Menurut
Hasan Al-Bashri, yang dimaksud dengan cemas atau takut adalah suatu perasaan
yang timbul karena banyak berbuat salah dan sering lalai kepada Allah. Karena
sering menyadari kekurang sempurnaannya dalam mengabdi kepada Allah, timbullah
rasa takut dan khawatir apabila Allah akan murka kepadanya.[5]
c.
Zuhud
Secara
harfiah zuhud berarti tidak ingin kepada sesuatu yang bersifat keduniawian.
Sedangkan menurut Harun Nasution zuhud artinya keadaan meninggalkan dunia dan
hidup kematerian.
d.
Faqr (fakir)
Secara
harfiah fakir biasanya diartikan sebagai orang yang berhajat, butuh atau orang
miskin. Sedangkan dalam pandangan kaum sufi fakir adalah tidak meminta lebih
dari apa yang telah ada pada diri kita. Tidak meminta rizki kecuali hanya untuk
dapat menjalankan kewajiban-kewajiban. Tidak meminta sungguhpun tak ada pada
diri kita, kalau diberi diterima. Tidak meminta tetapi tidak menolak.
e.
Sabar
Secara
harfiah sabar berarti tabah hati. Menurut Zun al-Nun al-Mishry, sabar artinya
menjauhkan diri dari hal-hal yang bertentangan dengan kehendak Allah, tetapi
tenang ketika mendapatkan cobaan, dan menampakkan sikap cukup walaupun
sebenarnya berada dalam kefakiran dalam bidang ekonomi.
f.
Ridha (rela)
Secara
harfiah ridha artinya rela, suka, senang. Harun Nasution mengatakan bahwa ridha
berarti tidak berusaha, tidak menentang qada dan qadar Allah. Menerima qada dan
qadar Allah dengan senang hati.
g.
Muraqabah
Kata
ini mempunyai arti yang mirip dengan introspeksi atau self correction. Dengan
kalimat yang lebih populer dapat dikatakan bahwa muraqabah adalah siap dan
siaga setiap saat untuk meneliti keadaan diri sendiri.
2.
Hal
Menurut Harun Nasution, hal merupakan
keadaan mental, seperti perasaan senang, perasaan sedih, perasaan takut dan
sebagainya. Hal yang biasa disebut sebagai hal adalah takut (al-Khauf), rendah
hati (al-Tawadlu), patuh (al-Taqwa), ikhlas (al-Ikhlas), rasa berteman
(al-Uns), gembira hati (al-Wajd), berterima kasih (al-Syukr).
Hal
berlainan dengan maqam, bukan diperoleh atas usaha manusia, tetapi sebagai
anugerah dan rahmat dari Tuhan. Dan berlainan pula dengan maqam, hal bersifat
sementara, datang dan pergi, datang dan pergi bagi seorang sufi dalam
perjalanannya mendekati Tuhan.[6]
3.
Mahabbah
Kata mahabbah berasal dari kata ahabba,
yahibbu, mahabbatan, yang secara harfiah berarti mencintai secara mendalam,
atau kecintaan atau cinta yang mendalam. Pengertian mahabbah dari segi tasawuf
ini lebih lanjut dikemukakan oleh al-Qusyairi, yaitu bahwa mahabbah adalah
keadaan jiwa yang mulia yang bentuknya adalah disaksikannya kemutlakan Allah
SWT oleh hambanya, selanjutnya yang dicintainya itu juga menyatakan cinta
kepada yang dikasihi-Nya dan yang seorang hamba mencintai Allah SWT.
4.
Ma’rifah
Dari segi bahasa ma’rifah berasal dari
kata arafa, ya’rifu, irfan, ma’rifah yang artinya pengetahuan atau
pengalaman. Selanjutnya ma’rifah digunakan untuk menunjukkan pada
salah
satu tingkatan dalam tasawuf. Dalam arti sufistik ini, ma’rifah diartikan
sebagai pengetahuan mengenai Tuhan melalui hati sanubari. Selanjutnya Harun
Nasution mengatakan bahwa ma’rifah menggambarkan hubungan rapat dalam bentuk
pengetahuan dengan hati sanubari.
5.
Fana dan Baqa
Dari segi bahasa al-fana berarti
hilangnya wujud sesuatu. Adapun arti fana menurut kalangan sufi adalah
hilangnya kesadaran pribadi dengan dirinya sendiri atau dengan sesuatu yang
lazim digunakan pada diri.menurut pendapat lain, fana berarti bergantinya
sifat-sifat kemanusiaan dengan sifat-sifat ketuhanan. Dan dapat pula berarti
hilangnya sifat-sifat yang tercela.
Sebagai
akibat dari fana adalah baqa. Secara harfiah baqa berarti kekal. Sedangkan baqa
yang dimaksud oleh para sufi adalah kekalnya sifat-sifat terpuji, dan
sifat-sifat Tuhan dalam diri manusia.
6.
Ittihad
Ittihad merupakan suatu tingkatan di mana
yang mencintai dan yang dicintai telah menjadi satu. Dalam situasi Ittihad yang
demikian itu, seorang sufi telah merasa dirinya bersatu dengan Tuhan.
7.
Hulul
Secara harfiah hulul berarti Tuhan
mengambil tempat dalam tubuh manusia tertentu, yaitu manusia yang telah dapat
melenyapkan sifat-sifat kemanusiaannya melalui fana. Jika sifat ketuhanan yang
ada dalam diri manusia bersatu dengan sifat kemanusiaan yang ada dalam diri
Tuhan maka terjadilah Hulul.
8.
Wahdat al-Wujud
Wahdat
al-Wujud adalah ungkapan yang terdiri dari dua kata, yaitu wahdat dan al-wujud.
Wahdat artinya sendiri, tunggal atau kesatuan, sedangkan al-wujud artinya ada.
Dengan demikian wahdat al-wujud berarti kesatuan wujud. Menurut pandangan para
sufi, wahdat al-wujud adalah paham bahwa antara manusia dan Tuhan pada
hakikatnya adalah satu kesatuan wujud.
9.
Insan Kamil
Insan
kamil berasal dari bahasa arab, yaitu dari dua kata; insan dan kamil.
Secara harfiah, insan berarti manusia, dan kamil berarti yang sempurna. Dengan
demikian, insan kamil berarti manusia yang sempurna. Insan kamil pula lebih
ditujukan kepada manusia yang sempurna dari segi pengembangan potensi
intelektual, rohaniah, intuisi, kata hati, akal sehat, fitrah dan lainnya yang
bersifat batin lainnya.
10.
Tariqat
Dari
segi bahasa tariqat berasal dari bahasa arab thariqat yang artinya
jalan, keadaan, aliran dalam garis sesuatu. Lebih khusus lagi tariqat di
kalangan sufi berarti sistem dalam rangka mengadakan latihan jiwa, membersihkan
diri dari sifat-sifat yang tercela dan mengisinya dengan sifat-sifat yang
terpuji dan memperbanyak zikir dengan penuh ikhlas semata-mata untuk
mengharapkan bertemu dan bersatu secara ruhiah dengan Tuhan.
C. OBYEK
ILMU TASAWWUF
Mengenai obyek
ilmu tasawuf, dapat dilihat dari dua aspek yaitu obyek material dan
obyek formal .
Untuk obyek
materianya, menurut al-Kurdi yang menjadi obyek kajian ilmu tasawuf adalah
amalan hati (batin) dan perasaan dalam hal membersihkan atau menyucikan diri
.Sedangkan menurut Ibn ‘Ata-illah dalam kitabnya al-Hikam mengemukakan bahwa
obyek ilmu tasawuf adalah al-Nufus wa al-Qulub wa al-Arwah (masalah jiwa, hati
dan ruh).
Dari pendapat Amin al-Kurdi dan Ibn
‘Ata-illah tersebut, dapatlah disimpulkan bahwa yang menjadi obyek kajian ilmu
tasawuf adalah hal-ihwal batin, yang menyangkut jiwa, hati dan ruh.
Adapun obyek
formalnya, menurut Asmaran yang menjadi obyek kajian ilmu tasawuf adalah
aspek esoteris yang berorientasi kepada pembinaan moral dan ibadah . Dari sini
dapat diambil pengertian bahwa yang menjadi obyek forma dari ilmu tasawuf itu
adalah segala usaha yang dilakukan untuk tujuan membentuk kepribadian yang baik
dan bersih hingga dekat dengan Allah Swt.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Tasawuf merupakan pengetahuan yang berperan dalam membersihkan hati sanubari.
Karenanya tasawuf banyak berurusan dengan dimensi esoterik (batin) dari
manusia. Dan ruang lingkup ilmu tasawuf itu adalah hal-hal yang berkenaan
dengan upaya-upaya/cara-cara untuk mendekatkan diri kepada Tuhan yang bertujuan
untuk memperoleh suatu hubungan khusus secara langsung dari Tuhan.
Dalam pembahasan tasawuf itu sendiri pula dikenal beberapa istilah yang
dipelajari dalam metode bertasawuf, diantaranya yaitu; maqamat, hal, mahabbah,
ma’rifah, fana dan baqa, ittihad, hulul, wahdat al-wujud, insan kamil dan
tariqat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar