Sabtu, 10 Oktober 2015

sejarah perkembangan, ruang lingkup, dan objek ilmu tasawwuf



SEJARAH PERKEMBANGAN, RUANG LINGKUP, DAN OBJEK ILMU TASAWUF


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Tasawuf merupakan salah satu aspek (esoteris) Islam, yang berasal dari intuisi beberapa cendekiawan islam saat itu, sebagai perwujudan dari ihsan yang berarti kesadaran adanya komunikasi dan dialog langsung seorang hamba dengan tuhan-Nya. Esensi tasawuf sebenarnya telah ada sejak masa kehidupan rasulullah saw, namun tasawuf sebagai ilmu keislaman adalah hasil kebudayaan islam sebagaimana ilmu-ilmu keislaman lainnya seperti fiqih dan ilmu tauhid. Karna memang pada masa rasulullah belum dikenal istilah tasawuf.
Sebagaimana umumnya bahwa dalam ritual peribatan seorang hamba terhadap rabbnya, ada dua aspek yang sangat di prioritaskan
·         Pertama           : aspek seremonial ( dhohiriyyah )
·         Kedua             : aspek spiritual ( bathiniyyah )
Dan tashawwuf adalah suatu pola hidup dan prilaku yang  sebenarnya sudah tertera dalam al -quran.









BAB II
PEMBAHASAN

A.    SEJARAH PERKEMBANGAN TASAWUF
Secara ethimologi, tasawwuf  berasal dari bahasa Arab yaitu  kata shuuf  yang berarti bulu. Pada waktu itu para ahli tasawwuf memakai pakaian dari bulu domba sebagai lambang merendahkan diri.
Sedangkan secara terminology, para sufi dalam mendefinisikan tasawwuf itu sendiri sesuai dengan pengalaman batin yang telah mereka rasakan masing-masing. Dan karena dominannya ungkapan batin ini, maka menjadi beragamnya definisi  yang ada. Sehingga sulit mengemukakan definisi yang menyeluruh. Dari beberapa definisi para sufi, Noer Iskandar mendefinisikan bahwa tasawwuf adalah kesadaran murni (fitrah) yang mengarahkan jiwa yang benar kepada amal dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah sedekat mungkin. 
Munculnya istilah tasawuf baru dimulai pada pertengahan abad III Hijriyyah oleh abu Hasyimal-Kufi (w. 250 H.) dengan meletakkan al-Sufi dibelakang namanya. Dalam sejarah islam sebelum timbulnya aliran tasawuf, terlebih dahulu muncul aliran zuhud. Aliran zuhud timbul pada akhir abad I dan permulaan abad II Hijriyyah. Tulisan ini akan berusaha memberikan paparan tentang zuhud dilihat dari sisi sejarah mulai dari pertumbuhannya sampai dengan peralihannya ke tasawuf.
Para lama Tasawuf berbeda cara memandang kegiatan Tasawuf, sehingga mereka merumuskan definisinya juga berbeda. Ada beberapa definisi yang dikemukakan para ahli antara lain :
1.      Imam al-Ghazaly,mengemukakan pendapat Abu Bakar al-Kattaany yang mengatakan: “Tasawuf adalah budi pekerti; barang siapa yang memberi bekal budi pekerti atasmu, berarti ia memberi bekal atas dirimu dalam Tasawuf. Maka jiwa yang menerima (perintah) untuk beramal, Karena sesungguhnya mereka melakukan suluk dengan Nur (petunjuk Islam). Dan ahli zuhud yang jiwanya , menerima (perintah) untuk melakukan beberapa akhlaq (terpuji) karena mereka telah melakukan suluk dengan Nur (petujuk) imannya.
2.      Asy-Syekh Muhammad Amin al-Qurdy, menyatakan:
‘Tasawuf adalah Suatu ilmu yang dengannya dapat diketahui hal ihwal kebaikan dan keburukan jiwa, cara membersihkannya dari (sifat-sifat) yang buruk dan mengisinya dengan sifat-sifat yang terpuji, cara melakukan suluk, melangkah menuju (keridhaan) Allah dan meninggalkan (larangan-Nya) menuju kepada (perintah-Nya)[1].
Tasawuf merupakan salah satu aspek (esoteris) Islam, sebagai perwujudan dari ihsan yang berarti kesadaran adanya komunikasi dan dialog langsung seorang hamba dengan tuhan-Nya. Esensi tasawuf sebenarnya telah ada sejak masa kehidupan rasulullah saw, namun tasawuf sebagai ilmu keislaman adalah hasil kebudayaan islam sebagaimana ilmu-ilmu keislaman lainnya seperti fiqih dan ilmu tauhid. Pada masa rasulullah belum dikenal istilah tasawuf, yang dikenal pada waktu itu hanyalah sebutan sahabat nabi.
Munculnya istilah tasawuf baru dimulai pada pertengahan abad III Hijriyyah oleh abu Hasyimal-Kufi (w. 250 H.) dengan meletakkan al-Sufi dibelakang namanya. Dalam sejarah islam sebelum timbulnya aliran tasawuf, terlebih dahulu muncul aliran zuhud. Aliran zuhud timbul pada akhir abad I dan permulaan abad II Hijriyyah. Tulisan ini akan berusaha memberikan paparan tentang zuhud dilihat dari sisi sejarah mulai dari pertumbuhannya sampai dengan peralihannya ke tasawuf.

Perkembangan Tasawuf Di Indonesia

Tersebarnya ajaran tasawuf di Indonesia tercatat sejak masuknya agama islam di Negara ini. Ketika pedagang-pedagang muslim mengislamkan orang-orang Indonesia, tidak hanya menggunakan pendekatan bisnis, tetapi juga mengguanakan pendekatan tasawuf.
1.      Perkembangan Tasawuf di pulau Jawa
Penyebaran ajaran Islam dipulau Jawa adalah Wali songo dengan menggunakan pendekatan mistik, yang didalamnya diisi dengan ajaran Tasawuf. Mereka dalam menentukan taktik dan srategi, mula-mula dalam menyebarkan dakwahnya melalui pendekatan mistik atau Tasawuf unr\tuk mengislamkan masyarakat di pulau Jawa karena dilatar belakangi oleh kepercayaan agama Hindu Budha yang berinti ajarannya adalah mistik. Pendekatan tahap ini tidak memperketat kemurnian ajaran Islam, karena merupakan suatu taktik dan strategi dakwahnya tetapi tahap selanjutnya baru dilakukan pemurnian ajaran Islam.dalam perkembangan Tasawuf di pulau Jawa dimana mereka dihadapkan dua ailran Tasawuf yang bertentangan yaitu aliran Sunni atau salaf dan aliran Falsafati. Aliran Sunni dikembangkan oleh masyarakat Muslim dengan tidak meninggalkan unsur-unsur keIslaman.
2.      Perkembangan Tasawuf di sumatera
Ulama-ulama yang berpengaruh di sunatera yaitu
a)      Syeh Hamzah Pansuri, beliau salah satu penyebab ajaran Tasawuf dapat dikenal oleh orang banyak, karena kemampuannya membuat karya tulis yang bermutu tinggi; baik prosaya merupakan buku yang menguasai syair-syair maupun prosa yang berintikan ajaran Tasawuf.
b)      Syeh Syamsudin bin Abdillah as-Sumatrany, beliau belajar ilmu Tasawuf pada syeh hamzah pansuri di Sunan Bonang. Dia lebih giat menulis buku Tasawuf dari pada gurunya dan keberhasilannya karena ditunjang oleh dana yang memadai.
3.      Perkembangan Tasawuf dikalimantan
Salah seorang shufi’ yang terkemuka di Kalimantan barat adalah syeh Ahmad Khatib as-Syambasih, beliau banyak berguru kepada Ulama shufi yang berkainan aliran dengannya. Sehingga segala macam tarekat memasukinya dan sempat menguasai seluk beluk tarekat tersebut karena ketekunannya berlajar dan cita-citanya untuk menguasai berbagai aliran ilmu Tasawuf maka banyak ulama Tasawuf yang menimba ilmu kepadanya.
4.      Perkembangan Tasawuf di pulau sulawesi
Ajaran Tasawuf dipulau ini bercorak sunni dam falsafati Karena kebanyakan penganut Tasawuf falsafati mencampur baurkan ajaran Tasawuf dengan ilmu hitam. Sehingga semakin membingungkan masyarakat awam, hal ini yang membuat masyarakat kurang minat belajar Tasawuf. Namun berkat kemampuan karomah yang dimiliki oleh ulama yang bernama Syeh Yusuf Tajul Khalwati al-Makassary yang ajaran Tasawufnya beraliran sunni dapat mengajarkan ilmunya kepada masyarakat meskipun ia sendiri masih merasakan kekurangan ilmu.

B.    Ruang Lingkup Ilmu Tasawuf

              Tasawuf adalah nama lain dari “Mistisisme dalam islam”. Di kalangan orientalis barat dikenal dengan sebutan “Sufisme”. Kata “Sufisme” merupakan istilah khusus mistisisme islam. Sehingga kata “sufisme” tidak ada pada mistisisme agama-agama lain.
              Tasawuf bertujuan untuk memperoleh suatu hubungan khusus langsung dari Tuhan. Hubungan yang dimaksud mempunyai makna dengan penuh kesadaran, bahwa manusia sedang berada di hadirat Tuhan. Kesadaran tersebut akan menuju kontak komunikasi dan dialog antara ruh manusia dengan Tuhan. Hal ini melalui cara bahwa manusia perlu mengasingkan diri. Keberadaannya yang dekat dengan Tuhan akan berbentuk “Ijtihad” (bersatu) dengan Tuhan. Demikian ini menjadi inti persoalan “Sofisme” baik pada agama islam maupun di luarnya.
              Dengan pemikiran di atas, dapat dipahami bahwa “tasawuf/mistisisme islam” adalah suatu ilmu yang mempelajari suatu cara, bagaimana seseorang dapat mudah berada di hadirat Allah SWT (Tuhan). Maka gerakan “kejiwaan” penuh dirasakan guna memikirkan betul suatu hakikat kontak hubung yang mampu menelaah informasi dari Tuhannya.
              Tasawuf atau mistisisme dalam islam beresensi pada hidup dan berkembang mulai dari bentuk hidup “kezuhudan” (menjauhi kemewahaduniawi). Tujuan tasawuf untuk bisa berhubungan langsung dengan Tuhan. Dengan maksud ada perasaan benar-benar berada di hadirat Tuhan. Para sufi beranggapan bahwa ibadah yang diselenggarakan dengan cara formal belum dianggap memuaskan karena belum memenuhi kebutuhan spiritual kaum sufi.
              Dengan demikian, maka tampaklah jelas bahwa ruang lingkup ilmu tasawuf itu adalah hal-hal yang berkenaan dengan upaya-upaya/cara-cara untuk mendekatkan diri kepada Tuhan yang bertujuan untuk memperoleh suatu hubungan khusus secara langsung dari Tuhan.

  Beberapa Istilah dalam Ilmu Tasawuf

      1.      Maqamat
       Secara harfiah maqamat berasal dari bahasa arab yang berarti tempat orang berdiri atau pangkal mulia.[4] Istilah ini selanjutnya digunakan untuk arti sebagai jalan panjang yang harus ditempuh oleh seorang sufi untuk berada dekat dengan Allah.
Seperti telah disinggung diatas, bahwa maqam-maqam yang dijalani kaum sufi umumnya terdiri atas;
      a.       Taubat
Taubat berasal dari bahasa arab taba, yatubu, taubatan yang artinya kembali. Sedangkan taubat yang dimaksud oleh kalangan sufi adalah memohon ampun atas segala dosa dan kesalahan disertai janji yang sungguh-sungguh untuk tidak akan mengulangi perbuatan dosa tersebut, yang disertai dengan melakukan amal kebajikan.
      b.      Cemas dan harap (khauf dan raja’)
Menurut Hasan Al-Bashri, yang dimaksud dengan cemas atau takut adalah suatu perasaan yang timbul karena banyak berbuat salah dan sering lalai kepada Allah. Karena sering menyadari kekurang sempurnaannya dalam mengabdi kepada Allah, timbullah rasa takut dan khawatir apabila Allah akan murka kepadanya.[5]
      c.       Zuhud
Secara harfiah zuhud berarti tidak ingin kepada sesuatu yang bersifat keduniawian. Sedangkan menurut Harun Nasution zuhud artinya keadaan meninggalkan dunia dan hidup kematerian.
      d.      Faqr (fakir)
Secara harfiah fakir biasanya diartikan sebagai orang yang berhajat, butuh atau orang miskin. Sedangkan dalam pandangan kaum sufi fakir adalah tidak meminta lebih dari apa yang telah ada pada diri kita. Tidak meminta rizki kecuali hanya untuk dapat menjalankan kewajiban-kewajiban. Tidak meminta sungguhpun tak ada pada diri kita, kalau diberi diterima. Tidak meminta tetapi tidak menolak.
      e.       Sabar
Secara harfiah sabar berarti tabah hati. Menurut Zun al-Nun al-Mishry, sabar artinya menjauhkan diri dari hal-hal yang bertentangan dengan kehendak Allah, tetapi tenang ketika mendapatkan cobaan, dan menampakkan sikap cukup walaupun sebenarnya berada dalam kefakiran dalam bidang ekonomi.
      f.       Ridha (rela)
Secara harfiah ridha artinya rela, suka, senang. Harun Nasution mengatakan bahwa ridha berarti tidak berusaha, tidak menentang qada dan qadar Allah. Menerima qada dan qadar Allah dengan  senang hati.
     
      g.      Muraqabah
Kata ini mempunyai arti yang mirip dengan introspeksi atau self correction. Dengan kalimat yang lebih populer dapat dikatakan bahwa muraqabah adalah siap dan siaga setiap saat untuk meneliti keadaan diri sendiri.
      2.      Hal
       Menurut Harun Nasution, hal merupakan keadaan mental, seperti perasaan senang, perasaan sedih, perasaan takut dan sebagainya. Hal yang biasa disebut sebagai hal adalah takut (al-Khauf), rendah hati (al-Tawadlu), patuh (al-Taqwa), ikhlas (al-Ikhlas), rasa berteman (al-Uns), gembira hati (al-Wajd), berterima kasih (al-Syukr).
Hal berlainan dengan maqam, bukan diperoleh atas usaha manusia, tetapi sebagai anugerah dan rahmat dari Tuhan. Dan berlainan pula dengan maqam, hal bersifat sementara, datang dan pergi, datang dan pergi bagi seorang sufi dalam perjalanannya mendekati Tuhan.[6]
      3.      Mahabbah
       Kata mahabbah berasal dari kata ahabba, yahibbu, mahabbatan, yang secara harfiah berarti mencintai secara mendalam, atau kecintaan atau cinta yang mendalam. Pengertian mahabbah dari segi tasawuf ini lebih lanjut dikemukakan oleh al-Qusyairi, yaitu bahwa mahabbah adalah keadaan jiwa yang mulia yang bentuknya adalah disaksikannya kemutlakan Allah SWT oleh hambanya, selanjutnya yang dicintainya itu juga menyatakan cinta kepada yang dikasihi-Nya dan yang seorang hamba mencintai Allah SWT.
      4.      Ma’rifah
       Dari segi bahasa ma’rifah berasal dari kata arafa, ya’rifu, irfan, ma’rifah yang artinya pengetahuan atau pengalaman. Selanjutnya ma’rifah digunakan untuk menunjukkan pada
salah satu tingkatan dalam tasawuf. Dalam arti sufistik ini, ma’rifah diartikan sebagai pengetahuan mengenai Tuhan melalui hati sanubari. Selanjutnya Harun Nasution mengatakan bahwa ma’rifah menggambarkan hubungan rapat dalam bentuk pengetahuan dengan hati sanubari.
     

      5.      Fana dan Baqa
       Dari segi bahasa al-fana berarti hilangnya wujud sesuatu. Adapun arti fana menurut kalangan sufi adalah hilangnya kesadaran pribadi dengan dirinya sendiri atau dengan sesuatu yang lazim digunakan pada diri.menurut pendapat lain, fana berarti bergantinya sifat-sifat kemanusiaan dengan sifat-sifat ketuhanan. Dan dapat pula berarti hilangnya sifat-sifat yang tercela.
Sebagai akibat dari fana adalah baqa. Secara harfiah baqa berarti kekal. Sedangkan baqa yang dimaksud oleh para sufi adalah kekalnya sifat-sifat terpuji, dan sifat-sifat Tuhan dalam diri manusia.

      6.      Ittihad
       Ittihad merupakan suatu tingkatan di mana yang mencintai dan yang dicintai telah menjadi satu. Dalam situasi Ittihad yang demikian itu, seorang sufi telah merasa dirinya bersatu dengan Tuhan.
      7.      Hulul
       Secara harfiah hulul berarti Tuhan mengambil tempat dalam tubuh manusia tertentu, yaitu manusia yang telah dapat melenyapkan sifat-sifat kemanusiaannya melalui fana. Jika sifat ketuhanan yang ada dalam diri manusia bersatu dengan sifat kemanusiaan yang ada dalam diri Tuhan maka terjadilah Hulul.
      8.      Wahdat al-Wujud
Wahdat al-Wujud adalah ungkapan yang terdiri dari dua kata, yaitu wahdat dan al-wujud. Wahdat artinya sendiri, tunggal atau kesatuan, sedangkan al-wujud artinya ada. Dengan demikian wahdat al-wujud berarti kesatuan wujud. Menurut pandangan para sufi, wahdat al-wujud adalah paham bahwa antara manusia dan Tuhan pada hakikatnya adalah satu kesatuan wujud.
      9.      Insan Kamil
Insan kamil berasal dari bahasa arab, yaitu dari dua kata; insan dan kamil. Secara harfiah, insan berarti manusia, dan kamil berarti yang sempurna. Dengan demikian, insan kamil berarti manusia yang sempurna. Insan kamil pula lebih ditujukan kepada manusia yang sempurna dari segi pengembangan potensi intelektual, rohaniah, intuisi, kata hati, akal sehat, fitrah dan lainnya yang bersifat batin lainnya.
      10.  Tariqat
Dari segi bahasa tariqat berasal dari bahasa arab thariqat yang artinya jalan, keadaan, aliran dalam garis sesuatu. Lebih khusus lagi tariqat di kalangan sufi berarti sistem dalam rangka mengadakan latihan jiwa, membersihkan diri dari sifat-sifat yang tercela dan mengisinya dengan sifat-sifat yang terpuji dan memperbanyak zikir dengan penuh ikhlas semata-mata untuk mengharapkan bertemu dan bersatu secara ruhiah dengan Tuhan.



C.   OBYEK ILMU TASAWWUF


Mengenai obyek ilmu tasawuf, dapat dilihat dari dua aspek yaitu obyek material dan obyek formal .
Untuk obyek materianya, menurut al-Kurdi yang menjadi obyek kajian ilmu tasawuf adalah amalan hati (batin) dan perasaan dalam hal membersihkan atau menyucikan diri .Sedangkan menurut Ibn ‘Ata-illah dalam kitabnya al-Hikam mengemukakan bahwa obyek ilmu tasawuf adalah al-Nufus wa al-Qulub wa al-Arwah (masalah jiwa, hati dan ruh).
Dari pendapat Amin al-Kurdi dan Ibn ‘Ata-illah tersebut, dapatlah disimpulkan bahwa yang menjadi obyek kajian ilmu tasawuf adalah hal-ihwal batin, yang menyangkut jiwa, hati dan ruh.
Adapun obyek formalnya, menurut Asmaran yang menjadi obyek kajian ilmu tasawuf adalah aspek esoteris yang berorientasi kepada pembinaan moral dan ibadah . Dari sini dapat diambil pengertian bahwa yang menjadi obyek forma dari ilmu tasawuf itu adalah segala usaha yang dilakukan untuk tujuan membentuk kepribadian yang baik dan bersih hingga dekat dengan Allah Swt.






















BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

          Tasawuf merupakan pengetahuan yang berperan dalam membersihkan hati sanubari. Karenanya tasawuf banyak berurusan dengan dimensi esoterik (batin) dari manusia. Dan ruang lingkup ilmu tasawuf itu adalah hal-hal yang berkenaan dengan upaya-upaya/cara-cara untuk mendekatkan diri kepada Tuhan yang bertujuan untuk memperoleh suatu hubungan khusus secara langsung dari Tuhan.
          Dalam pembahasan tasawuf itu sendiri pula dikenal beberapa istilah yang dipelajari dalam metode bertasawuf, diantaranya yaitu; maqamat, hal, mahabbah, ma’rifah, fana dan baqa, ittihad, hulul, wahdat al-wujud, insan kamil dan tariqat.







[1] Muhammad Amin al-Kurdi, Tanwir al-Qulub fi Mu’amalah ‘Alam al-Ghuyub (tt), 406.
[4] .  Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta; Hidakarya Agung, 1990), h. 362.
[5] .  Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf, (Bandung; Pustaka Setia, 2004), h. 58.
[6] .  Abuddin Nata, Op.cit., h. 204.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar